-
- 215.909 Pembaca
Terpopuler
-
Terbaru
- Tikus dan Manusia
- Langit Malam
- Rumah untuk Kemenakan
- Jendela Tua
- Meniti Sepi, Menanti yang Pergi
- Terompet
- Hanya untuk Satu Nama
- Bulan Terbingkai Jendela
- Pemintal Kegelapan
- Liang
- Gerimis Logam
- Kulihat Eyang Menangis
- Lagu Malam Seekor Anjing
- Jas, Tongkat dan Kesunyian
- Pesan Pendek dari Sahabat Lama
- Sonya Rury
- Wajah Itu Membayang di Piring Bubur
- Parompa Sadun Kiriman Ibu
- Tiurmaida
- Ceracau Ompu Gabe
- Sampan Zulaiha
- Rumah Amangboru
- 15 Hari Bulan
- Persahabatan Sunyi
- Arwana
- Anak Panah
- Gelombang yang Berlabuh
- Si Lugu dan Si Malin Kundang
- Nyekar
- Kak Ros
- “Pakiah” dari Pariangan
- Mata Sayu Itu Bercerita
- Mar Beranak di Limas Isa
- Perihal Sebatang Kayu di Belakang Limas Kami yang Ada dalam Hikayat Emak
- Dua Wajah Ibu
- Kirimi Aku Makanan
- Cerita tentang Orang Mati yang Tidak Mau Masuk Kubur
- Candik Ala
- Wanita Berpedang Samurai
- Wiro Seledri
- Hari Baik
- Surga untuk Petani
- Bantiran
- Malam Pertama Calon Pendeta
- Ordil Jadi Gancan
- Batas Tidur
- Mimpi untuk Dresden
- Sinai
- Merah Pekat
- Topeng Nalar
Kategori
Artikel Bahasa dan Sastra Indonesia Buku Cerpen Femina Cerpen Harian Analisa Cerpen Horison Cerpen Jawa Pos Cerpen Kedaulatan Rakyat Cerpen Kompas Cerpen Lepas Cerpen Media Indonesia Cerpen Nova Cerpen Radar Banten Cerpen Republika Cerpen Serambi Indonesia Cerpen Suara Karya Cerpen Suara Merdeka Cerpen Swara Rahima Cerpen Tempo Cerpen Tribun Drama Ensiklopedia Esai Puisi - Puisi dalam Lagu Puisi - Puisi Indonesia Puisi - Puisi Lepas Puisi - Puisi Mancanegara Short Story Skripsi Bahasa dan Sastra Indonesia Tokoh Bahasa dan Sastra Indonesia Tokoh Bahasa dan Sastra MancanegaraQUOTES
-
Bergabung dengan 121 pelanggan lain
-
- 215.909 Pembaca
Terpopuler
-
Terbaru
- Tikus dan Manusia
- Langit Malam
- Rumah untuk Kemenakan
- Jendela Tua
- Meniti Sepi, Menanti yang Pergi
- Terompet
- Hanya untuk Satu Nama
- Bulan Terbingkai Jendela
- Pemintal Kegelapan
- Liang
- Gerimis Logam
- Kulihat Eyang Menangis
- Lagu Malam Seekor Anjing
- Jas, Tongkat dan Kesunyian
- Pesan Pendek dari Sahabat Lama
- Sonya Rury
- Wajah Itu Membayang di Piring Bubur
- Parompa Sadun Kiriman Ibu
- Tiurmaida
- Ceracau Ompu Gabe
- Sampan Zulaiha
- Rumah Amangboru
- 15 Hari Bulan
- Persahabatan Sunyi
- Arwana
- Anak Panah
- Gelombang yang Berlabuh
- Si Lugu dan Si Malin Kundang
- Nyekar
- Kak Ros
- “Pakiah” dari Pariangan
- Mata Sayu Itu Bercerita
- Mar Beranak di Limas Isa
- Perihal Sebatang Kayu di Belakang Limas Kami yang Ada dalam Hikayat Emak
- Dua Wajah Ibu
- Kirimi Aku Makanan
- Cerita tentang Orang Mati yang Tidak Mau Masuk Kubur
- Candik Ala
- Wanita Berpedang Samurai
- Wiro Seledri
- Hari Baik
- Surga untuk Petani
- Bantiran
- Malam Pertama Calon Pendeta
- Ordil Jadi Gancan
- Batas Tidur
- Mimpi untuk Dresden
- Sinai
- Merah Pekat
- Topeng Nalar
Arsip
- November 2020 (1)
- Januari 2020 (5)
- Januari 2018 (1)
- Desember 2016 (4)
- September 2016 (6)
- Juni 2016 (28)
- Mei 2016 (34)
- April 2016 (35)
- Maret 2016 (11)
- Februari 2016 (2)
- Januari 2016 (9)
- Desember 2015 (1)
- November 2015 (32)
- Oktober 2015 (21)
- September 2015 (51)
- Agustus 2015 (6)
- Juli 2015 (11)
- Juni 2015 (3)
- Mei 2015 (1)
- April 2015 (7)
- Maret 2015 (29)
- Februari 2015 (100)
- Januari 2015 (39)
- Desember 2014 (198)
- November 2014 (11)
Kategori
- Artikel Bahasa dan Sastra Indonesia (23)
- Buku (58)
- Cerpen Femina (12)
- Cerpen Harian Analisa (16)
- Cerpen Horison (113)
- Cerpen Islami (1)
- Cerpen Jawa Pos (6)
- Cerpen Kedaulatan Rakyat (2)
- Cerpen Kompas (218)
- Cerpen Lepas (14)
- Cerpen Medan Bisnis (1)
- Cerpen Media Indonesia (5)
- Cerpen Nova (5)
- Cerpen Pikiran Rakyat (1)
- Cerpen Radar Banten (4)
- Cerpen Radar Surabaya (1)
- Cerpen Republika (10)
- Cerpen Serambi Indonesia (83)
- Cerpen Suara Karya (2)
- Cerpen Suara Merdeka (2)
- Cerpen Swara Rahima (18)
- Cerpen Tempo (9)
- Cerpen Tribun (2)
- Dongeng (1)
- Drama (5)
- Ensiklopedia (4)
- Esai (5)
- Puisi – Puisi dalam Lagu (4)
- Puisi – Puisi Indonesia (3)
- Puisi – Puisi Lepas (2)
- Puisi – Puisi Mancanegara (1)
- Short Story (7)
- Skripsi Bahasa dan Sastra Indonesia (3)
- Tokoh Bahasa dan Sastra Indonesia (5)
- Tokoh Bahasa dan Sastra Mancanegara (1)
Perguruan Tinggi Sastra
- Fakultas Sastra dan Budaya Universitas Udayana
- Fakultas Sastra Universitas Jember
- Fakultas Sastra Universitas Negeri Malang
- Jurusan Sastra Indonesia Universitas Sebelas Maret
- PS Sastra Indonesia Universitas Airlangga
- PS Sastra Indonesia Universitas Gadjah Mada
- PS Sastra Indonesia Universitas Indonesia
- PS Sastra Indonesia Universitas Padjadjaran
Emak Quotes
“Dalam menjalani hidup ini, Nak, adakalanya kau akan sampai di jalan yang bercabang atau bersimpang. Bila demikian, jangan ragu-ragu memilih cabang atau simpang yang kelihatannya kurang atau jarang ditempuh orang."
"Bagaimana kalau nanti kita tersesat?" tanyaku.
"Kalau kita tersesat bukan berarti kita akan hilang dalam perjalanan", jawab emak. "Maka jangan ragu-ragu mengambil jalan yang tidak umum. Hasilnya bisa cukup memuaskan ... contohnya lihat apa yang kau alami sekarang. Setelah orang-orang melihat hasil ini, lama-lama mereka akan mengikuti langkahmu dan jalan ini lalu menjadi jalan orang banyak. Tapi kau tetap yang memulai, yang merintis. Ini berlaku baik dalam arti harfiah maupun secara kiasan.”
― Daoed Joesoef, Emak“Kalau kita merasa risi melihat ada tetangga yang tidak sembahyang, kita kunjungi dia dan ajak dia bertukar pikiran dengan menggunakan alasan-alasan yang didasarkan pada akal. Ini namanya perbuatan ksatria. Yang tidak baik adalah bila kita beramai-ramai membuat negara berkuasa untuk memaksakan kehendak pribadi pada semua orang. Agama terpaut pada hak asasi, di bidang privasi, atas keyakinan orang per orang, yang tidak bisa dipaksa-paksakan.”
― Daoed Joesoef, Emak“Jangan bertutur terlalu cepat, nanti terucapkan hal-hal yang belum kau pikirkan. Kau boleh mengatakan semua, tetapi ucapkanlah itu dengan teratur dan dengan bahasa yang jelas.”
― Daoed Joesoef, EmakPramoedya Ananta Toer Quotes
“Orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah. Menulis adalah bekerja untuk keabadian.”
― Pramoedya Ananta Toer“Berterimakasihlah pada segala yang memberi kehidupan.”
― Pramoedya Ananta Toer, Bumi Manusia“Dalam hidup kita, cuma satu yang kita punya, yaitu keberanian. Kalau tidak punya itu, lantas apa harga hidup kita ini?”
― Pramoedya Ananta Toer“Kalian boleh maju dalam pelajaran, mungkin mencapai deretan gelar kesarjanaan apa saja, tapi tanpa mencintai sastra, kalian tinggal hanya hewan yang pandai.”
― Pramoedya Ananta Toer“Kesalahan orang-orang pandai ialah menganggap yang lain bodoh, dan kesalahan orang-orang bodoh ialah menganggap orang-orang lain pandai”
― Pramoedya Ananta Toer“seorang terpelajar harus sudah berbuat adil sejak dalam pikiran apalagi dalam perbuatan”
― Pramoedya Ananta Toer, This Earth of Mankind“Tahu kau mengapa aku sayangi kau lebih dari siapa pun? Karena kau menulis. Suaramu takkan padam ditelan angin, akan abadi, sampai jauh, jauh di kemudian hari. (Mama, 84)”
― Pramoedya Ananta Toer, Child of All Nations“Kau akan berhasil dalam setiap pelajaran, dan kau harus percaya akan berhasil, dan berhasillah kau; anggap semua pelajaran mudah, dan semua akan jadi mudah; jangan takut pada pelajaran apa pun, karena ketakutan itu sendiri kebodohan awal yang akan membodohkan semua”
― Pramoedya Ananta Toer“Kau terpelajar, cobalah bersetia pada kata hati.”
― Pramoedya Ananta Toer, Bumi Manusia“Kehidupan ini seimbang, Tuan. Barangsiapa hanya memandang pada keceriannya saja, dia orang gila. Barangsiapa memandang pada penderitaannya saja, dia sakit.
(Anak Semua Bangsa, h. 199)”
― Pramoedya Ananta Toer“Menulis adalah sebuah keberanian...”
― Pramoedya Ananta Toer“Hidup sungguh sangat sederhana. Yang hebat-hebat hanya tafsirannya
(Rumah Kaca, h. 46)”
― Pramoedya Ananta Toer“Jangan sebut aku perempuan sejati jika hidup hanya berkalang lelaki. Tapi bukan berarti aku tidak butuh lelaki untuk aku cintai. (Nyai Ontosoroh)”
― Pramoedya Ananta Toer, Bumi Manusia“Orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah
(Rumah Kaca, h. 352)”
― Pramoedya Ananta Toer“Dan alangkah indah kehidupan tanpa merangkak-rangkak di hadapan orang lain”
― Pramoedya Ananta Toer“Masa terbaik dalam hidup seseorang adalah masa ia dapat menggunakan kebebasan yang telah direbutnya sendiri”
― Pramoedya Ananta Toer“Kalau mati, dengan berani; kalau hidup, dengan berani. Kalau keberanian tidak ada, itulah sebabnya setiap bangsa asing bisa jajah kita.”
― Pramoedya Ananta Toer“Tahu kau mengapa aku sayangi kau lebih dari siapa pun ?
Karena kau menulis. Suaramu takkan padam ditelan angin,
akan abadi, sampai jauh, jauh di kemudian hari.”
― Pramoedya Ananta Toer“Semakin tinggi sekolah bukan berarti semakin menghabiskan makanan orang lain. Harus semakin mengenal batas
(Bumi Manusia, h. 138)”
― Pramoedya Ananta Toer“Kalau kemanusiaan tersinggung, semua orang yang berperasaan dan berfikiran waras ikut tersinggung, kecuali orang gila dan orang yang berjiwa kriminal, biarpun dia sarjana”
― Pramoedya Ananta Toer, Bumi Manusia“Orang bilang ada kekuatan-kekuatan dahsyat yang tak terduga yang bisa timbul pada samudera, pada gunung berapi dan pada pribadi yang tahu benar akan tujuan hidupnya
(Rumah Kaca, h. 409)”
― Pramoedya Ananta Toer“Jarang orang mau mengakui, kesederhanaan adalah kekayaan yang terbesar di dunia ini: suatu karunia alam. Dan yang terpenting diatas segala-galanya ialah keberaniannya. Kesederhaan adalah kejujuran, dan keberanian adalah ketulusan.”
― Pramoedya Ananta Toer, Mereka Yang Dilumpuhkan“Cerita tentang kesenangan selalu tidak menarik. Itu bukan cerita tentang manusia dan kehidupannya , tapi tentang surga, dan jelas tidak terjadi di atas bumi kita ini".”
― Pramoedya Ananta Toer, Bumi Manusia“Kita semua harus menerima kenyataan, tapi menerima kenyataan saja adalah pekerjaan manusia yang tak mampu lagi berkembang. Karena manusia juga bisa membikin kenyataan-kenyataan baru. Kalau tak ada orang mau membikin kenyataan-kenyataan baru, maka “kemajuan” sebagai kata dan makna sepatutnya dihapuskan dari kamus umat manusia
(Rumah Kaca, h. 436)”
― Pramoedya Ananta Toer“Indonesia adalah negeri budak. Budak di antara bangsa dan budak bagi bangsa-bangsa lain.”
― Pramoedya Ananta Toer, Jalan Raya Pos, Jalan Daendels“Tanpa mempelajari bahasa sendiri pun orang takkan mengenal bangsanya sendiri”
― Pramoedya Ananta Toer“Menulislah sedari SD, apa pun yang ditulis sedari SD pasti jadi.”
― Pramoedya Ananta Toer“Kalian pemuda, kalau kalian tidak punya keberanian, sama saja dengan ternak karena fungsi hidupnya hanya beternak diri”
― Pramoedya Ananta ToerPengunjung
Arsip Bulanan: September 2015
Kremo di Tiwu Lea
Mezra E. Pellondou Selepas dari kebun, aku, nenek, dan pamanku, serta Dion sepupuku yang mulai beranjak remaja sedang menikmati makan siang bersama. Aku merasa sangat bahagia duduk makan bersama keluargaku dari pihak ayah. Makan bersama, di rumah sendiri dan dimasak … Baca lebih lanjut
D O M
Linda Ayu Lestari Peristiwa itu terjadi pada tahun 1979, pada permulaan bulan September ketika aku masih suka mengoleksi berbagai jenis warna lipstick matte, dan senang mengenakan gaun sifon tipis floral musim panas dengan selendang kashmir warna emas serta rambut coklat … Baca lebih lanjut
Cinta Elena dan Pedro
Aba Mardjani Wanita tua itu duduk sendirian di kursi pedestrian Las Ramblas. Semilir angin menggeraikan rambutnya yang keemasan. Sesekali ia mengangguk atau melemparkan sesungging senyum kepada orang-orang yang lalu lalang di depannya dan kebetulan menoleh ke arahnya. Sudah hampir pukul … Baca lebih lanjut
Bang Acung Tidak Bunuh Diri, Yah
Aba Mardjani Tiga kali Ny Laila tak sadarkan diri. Yang pertama pukul sembilan pagi ketika ia mendapat kabar Mansur, anaknya, meninggal dunia. Dunia tiba-tiba terasa jadi begitu gelap. Tak pernah terbayangkan anak keduanya akan pergi begitu cepat. Karena itu, begitu … Baca lebih lanjut
Sukro dan Sukra
Aba Mardjani Langit kelam dan senja lebam dalam guyuran hujan lebat. Kilat menjilat sambung-menyambung seperti ingin membakar langit. Halilintar bersahut-sahutan tiada henti bagai ingin membelah dunia. Kedinginan di halte bus senja itu aku merasa benar-benar kecil. Pasrah oleh jilatan tempias … Baca lebih lanjut
Nima
Aba Mardjani Sobri bersiul. Jari-jari tangannya yang kasar terus menjelajahi lekuk-lekuk tubuh Arni. Gadis berusia enam tahun itu sesekali tertawa cekikikan. Kadang terdengar teriaknya, ”Jangan keras-keras, Pak!” Sobri tertawa. Kadang menggelitik ketiak bocah itu. Setelah selesai menjelajahi seluruh tubuh anak … Baca lebih lanjut
Kue Gemblong Mak Saniah
Aba Mardjani Masdudin jengkel melihat istrinya terbahak sampai badannya berguncang-guncang seperti bemo yang tengah menunggu penumpang. ”Apanya yang lucu Asyura?” Pertanyaan itu tak serta-merta membuat Asyura berhenti terkekeh. Khawatir makin jengkel dan penyakit bengek yang membuat napasnya megap-megap kumat, Masdudin … Baca lebih lanjut
Cas Cis Cus
Aba Mardjani Rapat dibuka bakda Isya ketika gerimis tiris dan langit malam menghamparkan warna abu-abu pucat. Sekitar 15 kepala keluarga Cibaresah berkumpul di rumah Munar. Mereka mau memenuhi undangan lantaran pengundangnya sesepuh desa. Sebagian dengan perasaan terpaksa dan masygul. Sebagian … Baca lebih lanjut
Aku, Pembunuh Munir
Oleh Seno Gumira Ajidarma Aku adalah anjing kurap, karena itu aku membunuh Munir. Tentu, tentu aku tidak membunuhnya dengan tanganku sendiri. Untuk apa? Aku bisa membunuhnya melalui tangan orang lain, sama seperti yang biasa kulakukan kepada orang-orang lain bilamana perlu. … Baca lebih lanjut
Jeruji Mimpiku
RABU, 11 DESEMBER 2013 09:27 SITI ROHMAH “Tok..tok…tokk…..!!” “Emak!! Ini Ida buatin wedang jahe biar badan Emak hangat. Boleh Ida masuk, Mak?”, ujarku dibalik pintu kamar Emak. Penuh harap kumenanti ia berucap mengiyakan tawaranku. Sekian lama aku menanti jawaban tak … Baca lebih lanjut